Sabtu, 04 Januari 2014

LES TANGERANG (DASAR HUKUM FRANCHISE INDONESIA)


Franchise bermakna bebas dalam bahasa Perancis. Dalam dunia usaha, franchise berarti sebuah bentuk kerjasama yang menerangkan bahwa Pemilik Waralaba (Franchisor) memberikan izin kepada pihak penerima/pembeli Waralaba (Franchisee) untuk menggunakan hak intelektualnya yang berupa nama, produk atau jasa, merek dagang/jasa dan sistem operasi usaha (manajemen). Franchise akan / berhak menerima Royalti atas hak itu dari franchisee yang telah membeli/memakai nananya. Harganya pun beragam.

Lebih jelasnya agar kita tidak tersesat dalam membeli Franchise, ada baiknya kita bersama termasuk penulis untuk melihat  Hukum yang mengatur tentang Waralaba telah diatur oleh Pemerintah Indonesia, kami akan menjabarkan dengan bersumber kepada : http://www.waralaba.com/resources/hukum-uu-waralaba/3821-peraturan-menteri-no-31-2008-tentang-waralaba.html, langsung kami Copas alias copy - paste :)
semoga bermanfaat ya dear all.

Peraturan pemerintah mengenai waralaba
PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 31/M-DAG/PER/8/2008


TENTANG
PENYELENGGARAAN WARALABA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:
bahwa untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan tentang Penyelenggaraan Waralaba;

Mengingat:
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3214);
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687);
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3817);
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4744);
6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4866);
7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3718);
8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4742);
10. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M Tahun 2004 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 171/M Tahun 2005;
11. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008;
12. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008;
13. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 01/M-DAG/PER/3/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perdagangan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 34/M-DAG/PER/8/2007;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:
PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN TENTANG PENYELENGGARAAN WARALABA.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1.Waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian Waralaba.
2.Pemberi waralaba adalah orang perseorangan atau badan usaha yang memberikan hak untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan waralaba yang dimilikinya kepada penerima waralaba.
3.Penerima waralaba adalah orang perseorangan atau badan usaha yang diberikan hak oleh pemberi waralaba untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan waralaba yang dimiliki pemberi waralaba.
4.Penerima waralaba yang mendapat hak untuk menunjuk penerima waralaba lain yang selanjutnya disebut pemberi waralaba lanjutan adalah orang perseorangan atau badan usaha yang menerima hak dari pemberi waralaba untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan waralaba yang dimiliki pemberi waralaba untuk menunjuk penerima waralaba lanjutan.
5.Penerima waralaba lanjutan adalah orang perseorangan atau badan usaha yang menerima hak untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan waralaba dari pemberi waralaba lanjutan.
6.Prospektus penawaran waralaba adalah keterangan tertulis dari pemberi waralaba yang sedikitnya menjelaskan tentang identitas, legalitas, sejarah kegiatan, struktur organisasi, keuangan, jumlah tempat usaha, daftar penerima waralaba, hak dan kewajiban pemberi dan penerima waralaba.
7.Perjanjian waralaba adalah perjanjian secara tertulis antara pemberi waralaba dengan penerima waralaba.
8.Surat Permohonan Surat Tanda Pendaftaran Waralaba yang selanjutnya disebut SP-STPW adalah formulir permohonan pendaftaran yang diisi oleh perusahaan yang memuat data-data perusahaan untuk memperoleh Surat Tanda Pendaftaran Waralaba (STPW).
9.Pejabat penerbit STPW adalah Direktur Bina Usaha dan Pendaftaran Perusahaan Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Departemen Perdagangan, pejabat pemerintah daerah yang bertanggungjawab di bidang perdagangan di wilayah kerjanya, pejabat yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan pelayanan terpadu satu pintu, atau pejabat lain yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri ini.
10.Surat Tanda Pendaftaran Waralaba selanjutnya disebut STPW adalah bukti pendaftaran prospektus atau pendaftaran perjanjian yang diberikan kepada pemberi waralaba dan/atau penerima waralaba setelah memenuhi persyaratan pendaftaran yang ditentukan dalam Peraturan Menteri ini.
11.Menteri adalah Menteri yang tugas dan tanggungjawabnya di bidang Perdagangan.

BAB II
KRITERIA DAN RUANG LINGKUP WARALABA

Pasal 2

(1)Waralaba harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. memiliki ciri khas usaha;
b. terbukti sudah memberikan keuntungan;
c. memiliki standar atas pelayanan dan barang dan/atau jasa yang ditawarkan yang dibuat secara tertulis;
d. mudah diajarkan dan diaplikasikan;
e. adanya dukungan yang berkesinambungan; dan
f. Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang telah terdaftar.
(2)Orang perseorangan atau badan usaha dilarang menggunakan istilah dan/atau nama waralaba untuk nama dan/atau kegiatan usahanya, apabila tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 3

(1)Waralaba terdiri dari pemberi waralaba dan penerima waralaba.
(2)Pemberi waralaba sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pemberi waralaba berasal dari luar negeri;
b. pemberi waralaba berasal dari dalam negeri; dan
c. pemberi waralaba lanjutan berasal dari dalam negeri dan/atau luar negeri.
(3)Penerima waralaba sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. penerima waralaba berasal dari waralaba luar negeri;
b. penerima waralaba berasal dari waralaba dalam negeri; dan
c. penerima waralaba lanjutan berasal dari waralaba dalam negeri dan/atau waralaba luar negeri.

BAB III
KEWAJIBAN PEMBERI DAN PENERIMA WARALABA

Pasal 4

(1)Pemberi waralaba harus memberikan prospektus penawaran waralaba kepada calon penerima waralaba paling singkat 2 (dua) minggu sebelum penandatanganan perjanjian waralaba.
(2)Prospektus penawaran waralaba sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat paling sedikit sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini.
(3)Dalam hal prospektus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditulis dalam bahasa asing, prospektus harus diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia.

Pasal 5

(1)Waralaba diselenggarakan berdasarkan perjanjian tertulis antara pemberi waralaba dan penerima waralaba dan mempunyai kedudukan hukum yang setara dan terhadap mereka berlaku Hukum Indonesia.
(2)Perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat paling sedikit sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan Menteri ini.
(3)Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus disampaikan kepada calon penerima waralaba paling singkat 2 (dua) minggu sebelum penandatanganan perjanjian.
(4)Dalam hal perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditulis dalam bahasa asing, perjanjian harus diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia.

Pasal 6

(1)Perjanjian waralaba yang diputus secara sepihak oleh pemberi waralaba sebelum masa berlaku perjanjian berakhir, pemberi waralaba tidak dapat menunjuk penerima waralaba yang baru untuk wilayah yang sama, sebelum tercapai kesepakatan dalam penyelesaian perselisihan oleh kedua belah pihak (clean break) atau paling lambat 6 bulan setelah pemutusan perjanjian waralaba.
(2)Penerima waralaba baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan STPW, apabila sudah terjadi kesepakatan atau paling lambat 6 bulan setelah pemutusan perjanjian waralaba.

BAB IV
SURAT TANDA PENDAFTARAN WARALABA (STPW)

Pasal 7

(1)Pemberi waralaba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) wajib memiliki STPW dengan mendaftarkan prospektus penawaran waralaba.
(2)Penerima waralaba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) wajib memiliki STPW dengan mendaftarkan perjanjian waralaba.

Pasal 8

(1)STPW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 berlaku untuk jangka waktu 5 (lima) tahun.
(2)STPW sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang habis masa berlakunya dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang sama.
(3)STPW dinyatakan tidak berlaku apabila:
a. jangka waktu STPW berakhir;
b. perjanjian waralaba berakhir; atau
c. pemberi waralaba dan/atau penerima waralaba menghentikan kegiatan usahanya.

Pasal 9

Kewajiban memiliki STPW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) untuk pemberi waralaba berasal dari luar negeri, dikecualikan apabila perjanjian waralaba antara pemberi waralaba berasal dari luar negeri dengan penerima waralaba di dalam negeri tidak mengalami perubahan.

Pasal 10

(1)Pemberi waralaba berasal dari luar negeri yang tidak memiliki STPW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dilarang memperluas kegiatan usahanya di Indonesia.
(2)Penerima waralaba berasal dari waralaba luar negeri dan/atau penerima waralaba yang bertindak sebagai pemberi waralaba lanjutan berasal dari luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang memperluas kegiatan usahanya.

BAB V
KEWENANGAN PENERBITAN STPW

Pasal 11

Menteri memiliki kewenangan pengaturan Waralaba.

Pasal 12

(1)Menteri melimpahkan wewenang kepada Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri untuk menerbitkan:
a. STPW pemberi waralaba berasal dari luar negeri;
b. STPW penerima waralaba berasal dari waralaba luar negeri; dan
c. STPW pemberi waralaba lanjutan berasal dari luar negeri.
(2)Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri melimpahkan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Bina Usaha dan Pendaftaran Perusahaan.

Pasal 13

(1)Menteri menyerahkan wewenang kepada Gubernur DKI Jakarta dan Bupati/Walikota di seluruh wilayah Republik Indonesia untuk menerbitkan:
a. STPW pemberi waralaba berasal dari dalam negeri;
b. STPW pemberi waralaba lanjutan berasal dari dalam negeri;
c. STPW penerima waralaba berasal dari waralaba dalam negeri;
d. STPW penerima waralaba lanjutan berasal dari waralaba luar negeri; dan
e. STPW penerima waralaba lanjutan berasal dari waralaba dalam negeri.
(2)Gubernur DKI Jakarta melimpahkan wewenang penerbitan STPW sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Kepala Dinas yang bertanggungjawab di bidang perdagangan.
(3)Bupati/Walikota melimpahkan wewenang penerbitan STPW sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Kepala Dinas yang bertanggungjawab di bidang perdagangan.

BAB VI
TATA CARA PENDAFTARAN

Pasal 14

(1)Permohonan STPW untuk pemberi waralaba berasal dari luar negeri dan pemberi waralaba lanjutan berasal dari luar negeri, diajukan kepada pejabat penerbit STPW di Direktorat Bina Usaha dan Pendaftaran Perusahaan, Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Departemen Perdagangan dengan mengisi formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran III A-1 Peraturan Menteri ini.
(2)Permohonan STPW untuk pemberi waralaba berasal dari dalam negeri dan pemberi waralaba lanjutan berasal dari dalam negeri, diajukan kepada pejabat penerbit STPW di kantor dinas yang bertanggungjawab di bidang perdagangan Provinsi DKI Jakarta atau kabupaten/kota setempat dengan mengisi formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran III A-2 Peraturan Menteri ini.
(3)Permohonan STPW untuk penerima waralaba berasal dari waralaba luar negeri, diajukan kepada pejabat penerbit STPW di Direktorat Bina Usaha dan Pendaftaran Perusahaan, Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Departemen Perdagangan dengan mengisi formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran III B-1 Peraturan Menteri ini.
(4)Permohonan STPW untuk penerima waralaba berasal dari waralaba dalam negeri, penerima waralaba lanjutan berasal dari waralaba luar negeri, dan penerima waralaba lanjutan berasal dari waralaba dalam negeri, diajukan kepada pejabat penerbit STPW di kantor dinas yang bertanggungjawab di bidang perdagangan Provinsi DKI Jakarta atau kabupaten/kota setempat dengan mengisi formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran III B-2 Peraturan Menteri ini.

Pasal 15

Permohonan STPW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 harus ditandatangani oleh pemilik, pengurus, atau penanggungjawab perusahaan dengan melampirkan dokumen persyaratan sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV Peraturan Menteri ini.

Pasal 16

(1)Pemohon STPW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 harus menunjukkan asli dokumen persyaratan.
(2)Pengurusan permohonan STPW dapat dilakukan oleh pihak ketiga dengan menunjukkan surat kuasa bermeterai cukup yang ditandatangani oleh pemilik, pengurus, atau penanggungjawab perusahaan.

Pasal 17

Prospektus penawaran waralaba yang didaftarkan oleh pemberi waralaba berasal dari luar negeri harus dilegalisir oleh Public Notary dengan melampirkan surat keterangan dari Atase Perdagangan R.I. atau Pejabat Kantor Perwakilan R.I. di negara asal.

Pasal 18

(1)Paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak diterimanya SP-STPW dan dokumen persyaratan secara lengkap dan benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, pejabat penerbit STPW menerbitkan STPW dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran V Peraturan Menteri ini.
(2)Apabila SP-STPW beserta dokumen persyaratan dinilai belum lengkap dan benar, pejabat penerbit STPW membuat surat penolakan penerbitan STPW kepada pemohon STPW, paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya surat permohonan.
(3)Pemohon STPW yang ditolak permohonannya dapat mengajukan kembali permohonan STPW sesuai persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri ini.

Pasal 19

Pengurusan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1), tidak dikenakan biaya administrasi.

BAB VII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 20

(1)Pemerintah, pemerintah daerah provinsi dan/atau kabupaten/kota melakukan pembinaan waralaba.
(2)Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain tercantum dalam Lampiran VI Huruf A Peraturan Menteri ini.
(3)Pembinaan waralaba sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat dilakukan secara bersama-sama dan/atau masing-masing instansi teknis terkait sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 21

(1)Pemberi waralaba wajib memberikan pembinaan kepada penerima waralaba dalam bentuk sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI Huruf B Peraturan Menteri ini.
(2)Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara sendiri-sendiri dan/atau bersama-sama antara pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan/atau kabupaten/kota.

Pasal 22

(1)Menteri melimpahkan wewenang kepada Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan waralaba secara nasional.
(2)Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri dapat melakukan koordinasi dengan instansi terkait di pusat dan di daerah dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3)Kepala Dinas yang tugas dan tanggungjawabnya di bidang perdagangan pada pemerintah daerah Provinsi DKI Jakarta melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan dan pendaftaran waralaba di wilayah kerjanya.
(4)Kepala Dinas yang tugas dan tanggungjawabnya di bidang perdagangan pada pemerintah daerah kabupaten/kota melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pendaftaran waralaba di wilayah kerjanya.

Pasal 23

Apabila diperlukan, pejabat penerbit STPW atau pejabat yang ditunjuk dapat menugaskan aparat untuk meminta data dan/atau informasi tentang kegiatan usaha yang dilaksanakan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang menggunakan istilah dan/atau nama waralaba.

BAB VIII
PELAPORAN

Pasal 24

(1)Pemilik STPW pemberi waralaba berasal dari dalam negeri, pemberi waralaba lanjutan berasal dari luar negeri, dan penerima waralaba berasal dari waralaba luar negeri, wajib menyampaikan laporan kegiatan waralaba kepada Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri cq. Direktur Bina Usaha dan Pendaftaran Perusahaan dengan tembusan kepada Kepala Dinas yang bertanggungjawab di bidang perdagangan di kabupaten/kota setempat.
(2)Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan setiap tahun paling lambat tanggal 31 Maret tahun berikutnya, dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII Peraturan Menteri ini.

Pasal 25

(1)Pejabat penerbit STPW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 harus menyampaikan laporan perkembangan penerbitan STPW kepada Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri cq. Direktur Bina Usaha dan Pendaftaran Perusahaan dengan tembusan kepada Gubernur dan Bupati/Walikota setempat.
(2)Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan setiap tahun sekali paling lambat tanggal 31 Januari tahun berikutnya, dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII Peraturan Menteri ini.

BAB IX
SANKSI

Pasal 26

(1)Pemberi waralaba dan/atau penerima waralaba yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, dikenakan sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis paling banyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2 (dua) minggu terhitung sejak tanggal surat peringatan oleh pejabat penerbit STPW, dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran IX Peraturan Menteri ini; dan
b. denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah).
(2)Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dikenakan kepada pemberi waralaba berasal dari luar negeri, penerima waralaba berasal dari waralaba luar negeri, dan pemberi waralaba lanjutan berasal dari luar negeri dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen Perdagangan.
(3)Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetor ke kas negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak pada Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Departemen Perdagangan.
(4)Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dikenakan kepada pemberi waralaba berasal dari dalam negeri, pemberi waralaba lanjutan berasal dari dalam negeri, penerima waralaba berasal dari waralaba dalam negeri, penerima waralaba lanjutan berasal dari waralaba luar negeri, dan penerima waralaba lanjutan berasal dari waralaba dalam negeri ditetapkan dengan Peraturan Daerah yang besarannya berpedoman pada Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen Perdagangan.
(5)Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disetor ke kas daerah sebagai pendapatan asli daerah.
(6)Pengenaan denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) dilaksanakan terhitung sejak batas waktu surat peringatan ke 3 (tiga) berakhir.

Pasal 27

Pemberi waralaba yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) atau Pasal 24, dikenakan sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis paling banyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu 2 (dua) minggu sejak tanggal surat peringatan oleh pejabat penerbit STPW, dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran X Peraturan Menteri ini;
b. pemberi waralaba yang tidak memenuhi ketentuan dalam peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a, dikenakan sanksi berupa pemberhentian sementara STPW paling lama 2 (dua) bulan dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran XI Peraturan Menteri ini; dan
c. pencabutan STPW oleh pejabat penerbit STPW, bagi pemberi waralaba yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf b, dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran XII Peraturan Menteri ini.

Pasal 28

Orang perseorangan atau badan usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

BAB X
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 29

Petunjuk teknis pelaksanaan Peraturan Menteri ini, diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri.

BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 30

Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba (STPUW) bagi penerima waralaba yang telah diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 12/M-DAG/PER/3/2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba, dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan masa berlaku STPUW berakhir dan dapat diperpanjang tanpa melampirkan STPW Pemberi Waralaba.

BAB XII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 31

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 12/M-DAG/PER/3/2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 32

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.


Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 21 Agustus 2008


MENTERI PERDAGANGAN R.I.,
ttd

MARI ELKA PANGESTU
Salinan sesuai dengan aslinya
Sekretariat Jenderal
Departemen Perdagangan R.I.
Kepala Biro Hukum,
ttd
WIDODO

Akhir kata setelah membaca salinan ini, bagi para sahabat yang menjadi pemberi Franchise (Franchisor)  ataupun membeli Franchise (Franchisee), mari kita benahi bersama demi kemajuan bangsa ini.


Les Tangerang Citra Raya

EQ bagian 1

Dewasa ini kita sering dengar tentang EQ, baik di media cetak maupun media elektronik. Dari acara Motivasi, Konsultasi Pendidikan sampai dengan Talk Show. Contoh nyata seperti acara reality show di Kick Andy dan lainnya, bagaimana seorang yang cacat dapat menjadi salah satu orang tersukses di Indonesia. Tidak terbatas dengan itu, lihatlah disekililing kita, seseorang  dengan kemampuan biasa-biasa saja dapat menjadi pemimpin, orang terkaya, bahkan pemimpin Dunia. Lihatlah kisah-kisah orang sukses di Dunia. Sedikatkah dari mereka yang mempunyai kemampuan intelegensia (IQ) biasa-biasa saja? 

Disisi yang lain juga kita dengar banyak kebanggan terutama dari para orang tua yang mendapatkan hasil tes IQ anaknya yang diatas rata-rata,  Banyak kita kenal penemu dengan IQ diatas rata-rata seperti Albert Enstein , Mark sang penemu Facebook dan banyak lainnya.Merekapun banyak yang menjadi orang sukses, kaya, bahkan penguasa Dunia.

Pertanyaan-pertanyaan yang sering terjadi secara acak dan banyak tim kami temukan dilapangan antara lain :
1. Apakah saya bisa sepintar dia ?
2. Anak saya tidak bisa konsentrasi dalam pelajaran, bagaimana ini?
3. Kenapa saya selalu gagal melakukan itu?
4. IQ anak saya pas-pas an, bagaimana bisa rangking 1 ? atau saya ber IQ standar, bagaimana bisa seperti       dia ?
5. Anak saya susah diatur, bagaimana ya?

Mari kita lihat definisinya dulu antara IQ dan EQ, bagaimana ke-2 nya bisa berjalan sinergi terhadap keberjhasilan hidup, dan bagaimana Daniel Goleman bisa mengatakan 
bahwa 80% keberhasilan hidup ditentukan oleh kecerdasan emosional, dan akhirnya bagaimana Lembaga Franchise Kursus i-tutor.net mengedepankan hal itu dalam pembelajarannya.

IQ (Intelligence Quotient) 

istilah dari pengelompokan kecerdasan manusia yang pertama kali diperkenalkan oleh Alferd Binet, ahli psikologi dari Perancis pada awal abad ke-20. Kemudian Lewis Ternman dari Universitas Stanford berusaha membakukan test IQ yang dikembangkan oleh Binet dengan mengembangkan norma populasi, sehingga selanjutnya test IQ tersebut dikenal sebagai test Stanford-Binet. Pada masanya kecerdasan intelektual (IQ) merupakan kecerdasan tunggal dari setiap individu yang pada dasarnya hanya bertautan dengan aspek kognitif dari setiap masing-masing individu tersebut. Tes Stanford-Binet ini banyak digunakan untuk mengukur kecerdasan anak-anak sampai usia 13 tahun.
Inti kecerdasan intelektual ialah aktifitas otak. Otak adalah organ luar biasa dalam diri kita. Beratnya hanya sekitar 1,5 Kg atau kurang lebih 5 % dari total berat badan kita. Namun demikian, benda kecil ini mengkonsumsi lebih dari 30 persen seluruh cadangan kalori yang tersimpan di dalam tubuh. Otak memiliki 10 sampai 15 triliun sel saraf dan masing-masing sel saraf mempunyai ribuan sambungan. Otak satu-satunya organ yang terus berkembang sepanjang itu terus diaktifkan. Kapasitas memori otak yang sebanyak itu hanya digunakan sekitar 4-5 % dan untuk orang jenius memakainya 5-6 %. Sampai sekarang para ilmuan belum memahami penggunaan sisa memori sekitar 94 %.
Tingkat kecerdasan seorang anak yang ditentukan secara metodik oleh IQ (Intellegentia Quotient) memegang peranan penting untuk suksesnya anak dalam belajar. Menurut penyelidikan, IQ atau daya tangkap seseorang mulai dapat ditentukan sekitar umur 3 tahun. Daya tangkap sangat dipengaruhi oleh garis keturunan (genetic) yang dibawanya dari keluarga ayah dan ibu di samping faktor gizi makanan yang cukup.IQ atau daya tangkap ini dianggap takkan berubah sampai seseorang dewasa, kecuali bila ada sebab kemunduran fungsi otak seperti penuaan dan kecelakaan. IQ yang tinggi memudahkan seorang murid belajar dan memahami berbagai ilmu. Daya tangkap yang kurang merupakan penyebab kesulitan belajar pada seorang murid, disamping faktor lain, seperti gangguan fisik (demam, lemah, sakit-sakitan) dan gangguan emosional. Awal untuk melihat IQ seorang anak adalah pada saat ia mulai berkata-kata. Ada hubungan langsung antara kemampuan bahasa si anak dengan IQ-nya. Apabila seorang anak dengan IQ tinggi masuk sekolah, penguasaan bahasanya akan cepat dan banyak.

Hasil tes dapat pada umumnya adalah seperti ini :

TINGKAT KECERDASAN
IQ
Genius
Di atas 140
Sangat Super
120 - 140
Super
110 - 120
Normal
90 -110
Bodoh
80 - 90
Perbatasan
70 - 80
Moron / Dungu
50 - 70
Imbecile
25-50
Idiot
0 - 25


Bisakah seorang dengan IQ Normal 90-110 menjadi sukses? jawabannya adalah Bisa 
( lihat disekiling Anda dari semua sumber informasi dan amatilah fakta-fatka yang ada)

Bisakah orang dengan IQ Bodoh menjadi sukses? jawabannya adalah Jarang
( lihat disekiling Anda dari semua sumber informasi dan amatilah fakta-fatka yang ada)

Bisakah seseorang dengan IQ Genius gagal dalam kehidupan? jawabannya adalah Bisa
( lihat disekiling Anda dari semua sumber informasi dan amatilah fakta-fatka yang ada)

Demikianlah seterusnya pertanyaan demi pertanyaan Anda amati. Maka dari data diatas, dapat kita simpulkan bahwa IQ hanyalah sebuah tes standar kemampuan otak. Jika dibawah rata-rata,maka seseorang memerlukan perhatian khusus, dan hal itupun tidak menjamin sukses atau tidaknya di kehidupan. IQ hanyalah sebuah tiket yang memudahkan anda mencapai kesukses, Bersyukurlah Pada Pencipta Anda, TUHAN SEMESTA ALAM atas karuniaNya tentang IQ yang telah diberikan kepada Anda, dan jangan sesekali Anda mengeluh tentang hal itu. Karena DIA telah mempersembahkan Kecerdasan Emosional (EQ) untuk Anda. Bagaimanakah dengan orang terdekat Anda yang  ber IQ dibawah rata-rata? EQ Andalah yang dapat membant mereka mencapai kemandirian dalam hidupnya. Bersyukurlah selalu Anda dapat memberi dengan EQ Anda.


 EQ ( Emotional Intelligence )

EQ adalah istilah baru yang dipopulerkan oleh Daniel Golleman. Berdasarkan hasil penelitian para neurolog dan psikolog, Goleman (1995) berkesimpulan bahwa setiap manusia memiliki dua potensi pikiran, yaitu pikiran rasional dan pikiran emosional. Pikiran rasional digerakkan oleh kemampuan intelektual atau “Intelligence Quotient” (IQ), sedangkan pikiran emosional digerakkan oleh emosi. Daniel Golemen, dalam bukunya Emotional Intelligence (1994) menyatakan bahwa “kontribusi IQ bagi keberhasilan seseorang hanya sekitar 20 % dan sisanya yang 80 % ditentukan oleh serumpun faktor-faktor yang disebut Kecerdasan Emosional. Dari nama teknis itu ada yang berpendapat bahwa kalau IQ mengangkat fungsi pikiran, EQ mengangkat fungsi perasaan. Orang yang ber-EQ tinggi akan berupaya menciptakan keseimbangan dalam dirinya; bisa mengusahakan kebahagian dari dalam dirinya sendiri dan bisa mengubah sesuatu yang buruk menjadi sesuatu yang positif dan bermanfaat.
Emosi tersebut beragam, namun dapat dikelompokkan kedalam kategori emosi seperti; marah, takut, sedih, gembira, kasih sayang dan takjub (Santrock, 1994).

Wilayah Kecerdasan Emosional ini akan di bahas pada Bagian Ke-2 yang diantaranya meliputi :
1. Kesadaran diri
2. Mampu mengelola Emosi
3. Memotivasi Diri
4. Mampu Berempati
5. Mampu menjalin sosial dengan orang lain   

Contoh dari hasil pengamatan 

Orang yang ber IQ Genius cendrung susah menerima pendapat orang lain, sibuk dengan Argumennya dan pengamatannya sendiri, bagaimana dengan perasaan orang lain? , ketika seorang ber IQ tinggi menghadapi persoalan yang membutuhkan kepekaan dia akan sibuk dengan logikanya baru kemudian bertindak, sebagai contoh : Ketika seorang melihat suatu peluang usaha, si A yang ber IQ  genius tanpa mengenal EQ baik secara langsung maupun tidak langsung  akan menghitung terlebih dahulu, Untung atau Rugi?,..sedangkan Orang yang mengedapankan EQ nya walau dengan IQ pas-pas an akan cepat mengambil tindakan tgerlebih dahulu sehingga peluang rtu tidak terbuang, Untung atau Rugi? dicarilah solusinya.
Contoh nyata yang paling mendekati untuk kasus pengusaha adalah Bob Sadino dalam bukunya " Belajar Goblok",...

Maka dari Tinjauan Bagian Pertama ini kita simpulkan sementara bahwa IQ sebagai tiket awal untuk mempermudah, dan EQ adalah Tiket yang harus kita raih seb

Pada Bagian Ke-2 Kami akan membahas detail, wilayah EQ dan cara menamankan ke Anda atau orang terdekat Anda. Bisakah EQ di tes seperti IQ ?,...


Bersambung