Dewasa ini kita sering dengar tentang EQ, baik di media cetak maupun media elektronik. Dari acara Motivasi, Konsultasi Pendidikan sampai dengan Talk Show. Contoh nyata seperti acara reality show di Kick Andy dan lainnya, bagaimana seorang yang cacat dapat menjadi salah satu orang tersukses di Indonesia. Tidak terbatas dengan itu, lihatlah disekililing kita, seseorang dengan kemampuan biasa-biasa saja dapat menjadi pemimpin, orang terkaya, bahkan pemimpin Dunia. Lihatlah kisah-kisah orang sukses di Dunia. Sedikatkah dari mereka yang mempunyai kemampuan intelegensia (IQ) biasa-biasa saja?
Disisi yang lain juga kita dengar banyak kebanggan terutama dari para orang tua yang mendapatkan hasil tes IQ anaknya yang diatas rata-rata, Banyak kita kenal penemu dengan IQ diatas rata-rata seperti Albert Enstein , Mark sang penemu Facebook dan banyak lainnya.Merekapun banyak yang menjadi orang sukses, kaya, bahkan penguasa Dunia.
Pertanyaan-pertanyaan yang sering terjadi secara acak dan banyak tim kami temukan dilapangan antara lain :
1. Apakah saya bisa sepintar dia ?
2. Anak saya tidak bisa konsentrasi dalam pelajaran, bagaimana ini?
3. Kenapa saya selalu gagal melakukan itu?
4. IQ anak saya pas-pas an, bagaimana bisa rangking 1 ? atau saya ber IQ standar, bagaimana bisa seperti dia ?
5. Anak saya susah diatur, bagaimana ya?
Mari kita lihat definisinya dulu antara IQ dan EQ, bagaimana ke-2 nya bisa berjalan sinergi terhadap keberjhasilan hidup, dan bagaimana Daniel Goleman bisa mengatakan
bahwa 80% keberhasilan hidup ditentukan oleh kecerdasan emosional, dan akhirnya bagaimana Lembaga Franchise Kursus i-tutor.net mengedepankan hal itu dalam pembelajarannya.
IQ (Intelligence Quotient)
istilah dari pengelompokan kecerdasan manusia yang pertama kali diperkenalkan oleh Alferd Binet, ahli psikologi dari Perancis pada awal abad ke-20. Kemudian Lewis Ternman dari Universitas Stanford berusaha membakukan test IQ yang dikembangkan oleh Binet dengan mengembangkan norma populasi, sehingga selanjutnya test IQ tersebut dikenal sebagai test Stanford-Binet. Pada masanya kecerdasan intelektual (IQ) merupakan kecerdasan tunggal dari setiap individu yang pada dasarnya hanya bertautan dengan aspek kognitif dari setiap masing-masing individu tersebut. Tes Stanford-Binet ini banyak digunakan untuk mengukur kecerdasan anak-anak sampai usia 13 tahun.
Inti kecerdasan intelektual ialah aktifitas otak. Otak adalah organ luar biasa dalam diri kita. Beratnya hanya sekitar 1,5 Kg atau kurang lebih 5 % dari total berat badan kita. Namun demikian, benda kecil ini mengkonsumsi lebih dari 30 persen seluruh cadangan kalori yang tersimpan di dalam tubuh. Otak memiliki 10 sampai 15 triliun sel saraf dan masing-masing sel saraf mempunyai ribuan sambungan. Otak satu-satunya organ yang terus berkembang sepanjang itu terus diaktifkan. Kapasitas memori otak yang sebanyak itu hanya digunakan sekitar 4-5 % dan untuk orang jenius memakainya 5-6 %. Sampai sekarang para ilmuan belum memahami penggunaan sisa memori sekitar 94 %.
Tingkat kecerdasan seorang anak yang ditentukan secara metodik oleh IQ (Intellegentia Quotient) memegang peranan penting untuk suksesnya anak dalam belajar. Menurut penyelidikan, IQ atau daya tangkap seseorang mulai dapat ditentukan sekitar umur 3 tahun. Daya tangkap sangat dipengaruhi oleh garis keturunan (genetic) yang dibawanya dari keluarga ayah dan ibu di samping faktor gizi makanan yang cukup.IQ atau daya tangkap ini dianggap takkan berubah sampai seseorang dewasa, kecuali bila ada sebab kemunduran fungsi otak seperti penuaan dan kecelakaan. IQ yang tinggi memudahkan seorang murid belajar dan memahami berbagai ilmu. Daya tangkap yang kurang merupakan penyebab kesulitan belajar pada seorang murid, disamping faktor lain, seperti gangguan fisik (demam, lemah, sakit-sakitan) dan gangguan emosional. Awal untuk melihat IQ seorang anak adalah pada saat ia mulai berkata-kata. Ada hubungan langsung antara kemampuan bahasa si anak dengan IQ-nya. Apabila seorang anak dengan IQ tinggi masuk sekolah, penguasaan bahasanya akan cepat dan banyak.
Hasil tes dapat pada umumnya adalah seperti ini :
TINGKAT KECERDASAN
|
IQ
|
Genius
|
Di atas 140
|
Sangat Super
|
120 - 140
|
Super
|
110 - 120
|
Normal
|
90 -110
|
Bodoh
|
80 - 90
|
Perbatasan
|
70 - 80
|
Moron / Dungu
|
50 - 70
|
Imbecile
|
25-50
|
Idiot
|
0 - 25
|
Bisakah seorang dengan IQ Normal 90-110 menjadi sukses? jawabannya adalah Bisa
( lihat disekiling Anda dari semua sumber informasi dan amatilah fakta-fatka yang ada)
Bisakah orang dengan IQ Bodoh menjadi sukses? jawabannya adalah Jarang
( lihat disekiling Anda dari semua sumber informasi dan amatilah fakta-fatka yang ada)
Bisakah seseorang dengan IQ Genius gagal dalam kehidupan? jawabannya adalah Bisa
( lihat disekiling Anda dari semua sumber informasi dan amatilah fakta-fatka yang ada)
Demikianlah seterusnya pertanyaan demi pertanyaan Anda amati. Maka dari data diatas, dapat kita simpulkan bahwa IQ hanyalah sebuah tes standar kemampuan otak. Jika dibawah rata-rata,maka seseorang memerlukan perhatian khusus, dan hal itupun tidak menjamin sukses atau tidaknya di kehidupan. IQ hanyalah sebuah tiket yang memudahkan anda mencapai kesukses, Bersyukurlah Pada Pencipta Anda, TUHAN SEMESTA ALAM atas karuniaNya tentang IQ yang telah diberikan kepada Anda, dan jangan sesekali Anda mengeluh tentang hal itu. Karena DIA telah mempersembahkan Kecerdasan Emosional (EQ) untuk Anda. Bagaimanakah dengan orang terdekat Anda yang ber IQ dibawah rata-rata? EQ Andalah yang dapat membant mereka mencapai kemandirian dalam hidupnya. Bersyukurlah selalu Anda dapat memberi dengan EQ Anda.
EQ ( Emotional Intelligence )
EQ adalah istilah baru yang dipopulerkan oleh Daniel Golleman. Berdasarkan hasil penelitian para neurolog dan psikolog, Goleman (1995) berkesimpulan bahwa setiap manusia memiliki dua potensi pikiran, yaitu pikiran rasional dan pikiran emosional. Pikiran rasional digerakkan oleh kemampuan intelektual atau “Intelligence Quotient” (IQ), sedangkan pikiran emosional digerakkan oleh emosi. Daniel Golemen, dalam bukunya Emotional Intelligence (1994) menyatakan bahwa “kontribusi IQ bagi keberhasilan seseorang hanya sekitar 20 % dan sisanya yang 80 % ditentukan oleh serumpun faktor-faktor yang disebut Kecerdasan Emosional. Dari nama teknis itu ada yang berpendapat bahwa kalau IQ mengangkat fungsi pikiran, EQ mengangkat fungsi perasaan. Orang yang ber-EQ tinggi akan berupaya menciptakan keseimbangan dalam dirinya; bisa mengusahakan kebahagian dari dalam dirinya sendiri dan bisa mengubah sesuatu yang buruk menjadi sesuatu yang positif dan bermanfaat.
Emosi tersebut beragam, namun dapat dikelompokkan kedalam kategori emosi seperti; marah, takut, sedih, gembira, kasih sayang dan takjub (Santrock, 1994).
Wilayah Kecerdasan Emosional ini akan di bahas pada Bagian Ke-2 yang diantaranya meliputi :
1. Kesadaran diri
2. Mampu mengelola Emosi
3. Memotivasi Diri
4. Mampu Berempati
5. Mampu menjalin sosial dengan orang lain
Contoh dari hasil pengamatan
Orang yang ber IQ Genius cendrung susah menerima pendapat orang lain, sibuk dengan Argumennya dan pengamatannya sendiri, bagaimana dengan perasaan orang lain? , ketika seorang ber IQ tinggi menghadapi persoalan yang membutuhkan kepekaan dia akan sibuk dengan logikanya baru kemudian bertindak, sebagai contoh : Ketika seorang melihat suatu peluang usaha, si A yang ber IQ genius tanpa mengenal EQ baik secara langsung maupun tidak langsung akan menghitung terlebih dahulu, Untung atau Rugi?,..sedangkan Orang yang mengedapankan EQ nya walau dengan IQ pas-pas an akan cepat mengambil tindakan tgerlebih dahulu sehingga peluang rtu tidak terbuang, Untung atau Rugi? dicarilah solusinya.
Contoh nyata yang paling mendekati untuk kasus pengusaha adalah Bob Sadino dalam bukunya " Belajar Goblok",...
Maka dari Tinjauan Bagian Pertama ini kita simpulkan sementara bahwa IQ sebagai tiket awal untuk mempermudah, dan EQ adalah Tiket yang harus kita raih seb
Pada Bagian Ke-2 Kami akan membahas detail, wilayah EQ dan cara menamankan ke Anda atau orang terdekat Anda. Bisakah EQ di tes seperti IQ ?,...
Bersambung